Kebebasan Berkarya dan Tanggung Jawab Dalam Produksi Film
  • Siaran Pers
  • 07/07/2025
  • 4

Kebebasan Berkarya dan Tanggung Jawab Dalam Produksi Film

KEBEBASAN BERKARYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM PRODUKSI FILM 


Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, berpengaruh besar terhadap peredaran

dan pertunjukan film, dimana film saat ini tidak hanya disaksikan melalui layar bioskop dan televisi,

namun dapat diakses melalui internet, platform digital dan media sosial. Hal ini berbanding lurus

dengan meningkatnya berbagai bentuk produksi film dan semakin banyak pula media pertunjukkannya. Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

Lembaga Sensor Film (LSF) merupakan lembaga negara yang bersifat tetap dan independen bertugas untuk penelitian dan penilaian terhadap judul, tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan

suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak negatif film dan iklan film. Stigma yang beredar di

masyarakat dan kalangan sineas bahwa LSF “menggunting” film tentu tidak sesuai dengan apa yang

diamanatkan dalam undang-undang tersebut.

Fakta ini menjadi sebuah tantangan serius bagi LSF untuk dapat memberikan edukasi terkait

peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman dalam penyensoran sekaligus mengajak para pembuat film dan calon pembuat film untuk memahami apa saja hal-hal sensitif yang sebaiknya tidak ditampilkan dalam suatu proses produksi film. Oleh karena itu LSF hadir di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta untuk menggelar kegiatan Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan

Penyensoran.


Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan literasi kepada siswa dan mahasiswa jurusan

perfilman, sineas dan calon pembuat film mengenai peraturan perundang-undangan terkait dengankonten film, terutama dalam penetapan kelayakan, penggolongan usia penonton, kriteria sensor film

dan, kewajiban memperoleh surat tanda lulus sensor (STLS).

Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,

M.A, dalam sambutannya beliau menyebutkan bahwa “Pemerintah Daerah DIY telah melakukan

berbagai upaya untuk mengembangkan dunia perfilman yang bertujuan untuk melestarikan budaya.



Budaya yang ada di DIY merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keistimewaan DIY. Kami

juga berharap kegiatan ini dapat membangkitkan semangat kita untuk bersama-sama membangun

ekosistem film yang lebih baik dan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian serta memperhatikan

teman-teman para sineas di DIY untuk lebih mengangkat kearifan-kearifan lokal atau objek dan

subjek kebudayaan di DIY sehingga nanti dapat semakin berkembang.



Selain itu, melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dan mahasiswa jurusan

perfilman, sineas dan calon pembuat film terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan

konten film, terutama dalam penetapan kelayakan, penggolongan usia penonton, dan kriteria sensor

film, serta peningkatan pemahaman bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan atau

dipertunjukkan wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).”

Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua LSF, Noorca M. Massardi, dalam

sambutannya. “Bahwa LSF hadir bukan untuk memangkas kreativitas berkarya film, sebaliknya



justru LSF menjaga tontonan yang berkualitas bagi masyarakat. LSF tidak menggunting film, akan

tetapi mekanisme kerja LSF adalah meneliti dan menilai film berdasarkan catatan hasil penyensoran,

jika terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Undang-undang maka LSF akan mengembalikan film

tersebut kepada pemilik film untuk direvisi. LSF juga membuka ruang dialog bagi pemilik film yang

keberatan dengan keputusan yang dikeluarkan LSF”.



Kegiatan ini juga menghadirkan pembicara yang ahli dibidangnya. Dari LSF RI hadir sebagai

narasumber yaitu Ketua Subkomisi Desa Sensor Mandiri dan Komunitas LSF RI, Bapak Hairus

Salim, dan praktisi film Bapak Viko Amanda. Dalam sesi diskusi kedua narasumber mengangkat

perspektif yang berimbang. Bapak Hairus Salim membahas sisi regulasi dalam perfilman dan

penyensoran, Bapak Viko Amanda membahas sisi kreativitas sineas dan batasan-batasannya. Acara

yang diikuti oleh peserta dari para siswa SMK dan mahasiswa jurusan perfilman, komunitas film,

instansi pemerintahan, dan juga rumah produksi ini menghasilkan diskusi yang sangat interaktif.



Yogyakarta, 23 Juli 2025

Lembaga Sensor Film Republik Indonesia

Laman: lsf.go.id

Instagram/X/TikTok: @lsf_ri

FB Page/YouTube: Lembaga Sensor Film RI

Narahubung: 0856 183 6481 (Intan RI)