
Kebebasan Berkarya dan Tanggung Jawab Dalam Produksi Film
KEBEBASAN BERKARYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM PRODUKSI FILM
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, berpengaruh besar terhadap peredaran
dan pertunjukan film, dimana film saat ini tidak hanya disaksikan melalui layar bioskop dan televisi,
namun dapat diakses melalui internet, platform digital dan media sosial. Hal ini berbanding lurus
dengan meningkatnya berbagai bentuk produksi film dan semakin banyak pula media pertunjukkannya. Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
Lembaga Sensor Film (LSF) merupakan lembaga negara yang bersifat tetap dan independen bertugas untuk penelitian dan penilaian terhadap judul, tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan
suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak negatif film dan iklan film. Stigma yang beredar di
masyarakat dan kalangan sineas bahwa LSF “menggunting” film tentu tidak sesuai dengan apa yang
diamanatkan dalam undang-undang tersebut.
Fakta ini menjadi sebuah tantangan serius bagi LSF untuk dapat memberikan edukasi terkait
peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman dalam penyensoran sekaligus mengajak para pembuat film dan calon pembuat film untuk memahami apa saja hal-hal sensitif yang sebaiknya tidak ditampilkan dalam suatu proses produksi film. Oleh karena itu LSF hadir di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk menggelar kegiatan Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan
Penyensoran.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan literasi kepada siswa dan mahasiswa jurusan
perfilman, sineas dan calon pembuat film mengenai peraturan perundang-undangan terkait dengankonten film, terutama dalam penetapan kelayakan, penggolongan usia penonton, kriteria sensor film
dan, kewajiban memperoleh surat tanda lulus sensor (STLS).
Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,
M.A, dalam sambutannya beliau menyebutkan bahwa “Pemerintah Daerah DIY telah melakukan
berbagai upaya untuk mengembangkan dunia perfilman yang bertujuan untuk melestarikan budaya.
Budaya yang ada di DIY merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keistimewaan DIY. Kami
juga berharap kegiatan ini dapat membangkitkan semangat kita untuk bersama-sama membangun
ekosistem film yang lebih baik dan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian serta memperhatikan
teman-teman para sineas di DIY untuk lebih mengangkat kearifan-kearifan lokal atau objek dan
subjek kebudayaan di DIY sehingga nanti dapat semakin berkembang.
Selain itu, melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dan mahasiswa jurusan
perfilman, sineas dan calon pembuat film terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan
konten film, terutama dalam penetapan kelayakan, penggolongan usia penonton, dan kriteria sensor
film, serta peningkatan pemahaman bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan atau
dipertunjukkan wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).”
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua LSF, Noorca M. Massardi, dalam
sambutannya. “Bahwa LSF hadir bukan untuk memangkas kreativitas berkarya film, sebaliknya
justru LSF menjaga tontonan yang berkualitas bagi masyarakat. LSF tidak menggunting film, akan
tetapi mekanisme kerja LSF adalah meneliti dan menilai film berdasarkan catatan hasil penyensoran,
jika terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Undang-undang maka LSF akan mengembalikan film
tersebut kepada pemilik film untuk direvisi. LSF juga membuka ruang dialog bagi pemilik film yang
keberatan dengan keputusan yang dikeluarkan LSF”.
Kegiatan ini juga menghadirkan pembicara yang ahli dibidangnya. Dari LSF RI hadir sebagai
narasumber yaitu Ketua Subkomisi Desa Sensor Mandiri dan Komunitas LSF RI, Bapak Hairus
Salim, dan praktisi film Bapak Viko Amanda. Dalam sesi diskusi kedua narasumber mengangkat
perspektif yang berimbang. Bapak Hairus Salim membahas sisi regulasi dalam perfilman dan
penyensoran, Bapak Viko Amanda membahas sisi kreativitas sineas dan batasan-batasannya. Acara
yang diikuti oleh peserta dari para siswa SMK dan mahasiswa jurusan perfilman, komunitas film,
instansi pemerintahan, dan juga rumah produksi ini menghasilkan diskusi yang sangat interaktif.
Yogyakarta, 23 Juli 2025
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia
Laman: lsf.go.id
Instagram/X/TikTok: @lsf_ri
FB Page/YouTube: Lembaga Sensor Film RI
Narahubung: 0856 183 6481 (Intan RI)